Sabtu, 09 Juni 2012

MATERI POKOK AJARAN ISLAM: AQIDAH


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Seseorang yang beraqidah dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah dan melenceng maka akhlaknya pun akan tidak benar. Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinannya terhadap Allah juga lurus dan benar. Karena barang siapa mengetahui Sang Penciptanya dengan benar, niscaya ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah Allah. Sehingga ia tidak mungkin menjauh atau bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkan-Nya.
Adapun yang dapat menyempurnakan aqidah yang benar terhadap Allah adalah beraqidah dengan benar terhadap malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya yang diturunkan kepada para Rasul dan percaya kepada Rasul-rasul utusan-Nya yang mempunyai sifat jujur dan amanah dalam menyampaikan risalah Tuhan Mereka. Keyakinan terhadap Allah, Malaikat, Kitab, dan para Rasul-rasul-Nya berserta syariat yang mereka bawa tidak akan dapat mencapai kesempurnaan kecuali jika disertai dengan keyakinan akan adanya hari Ahkir dan kejadian-kejadian yang menggiringnya.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.      Bagaimana pengertian Aqidah Islam?
2.      Apa saja ruang lingkup Aqidah Islam?
3.      Apa sumber Aqidah Islam?
C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian Aqidah Islam.
2.      Untuk mengetahui ruang lingkup Aqidah Islam?
3.      Untuk mengertahui sumber Aqidah Islam.

BAB II
MATERI POKOK AJARAN ISLAM: AQIDAH

A.     Pengertian Aqidah
Kata "‘aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth (ikatan), al-Ibraam (pengesahan), al-ihkam (penguatan), at-tawatstsuq (menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah (pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk (pengokohan), al-muraashah (erat/rapat) dan al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin (keyakinan) dan al-jazmu (penetapan).[1]
"Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu (penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: "‘Aqadahu" "Ya'qiduhu" (mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan "‘Uqdatun Nikah" (ikatan pernikahan).
Seperti dalam firman Allah Ta'ala,
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ
Artinya: "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja ..." (Al-Maa-idah: 89).[2]
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqaid. Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah; baik itu benar ataupun salah.
Sedangkan Pengertian Aqidah Secara Istilah (Terminologi) yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya; yang tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada tingkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikat hatinya di atas hal tersebut.
Menurut M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut ketentuan bahasa (bahasa arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di dalam lubuk jiwa dan tak dapat beralih dari padanya.[3]
Adapun aqidah menurut Syaikh Mahmoud Syaltout adalah segi teoritis yang dituntut pertama-tama dan terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh syakwasangka dan tidak dipengaruhi oleh keragu-raguan. Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil bagi manusia, sama halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan melebihinya. Sedangkan Syekh Hasan Al-Banna menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan.[4]
Aqidah merupakan aspek yang harus dimiliki lebih dahulu sebelum yang Iainlain. Aqidah itu harus bulat dan penuh, tidak ada keraguan dan kesamaran di dalamnya. Aqidah yang benar adalah Aqidah yang sesuai dengan ketetapan keteranganketerangan yang jelas dan tegas yang terdapat dalam Alquran dan hadits. Aqidah ini merupakan hal yang utama dan pertama yang harus ditanamkan.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa aqidah adalah pengikat yang menjadi keyakinan yang dianut oleh orang yang beragama Islam.



B.     Ruang Lingkup Aqidah
Seperti yang sudah disimpulkan di atas bahwa aqidah adalah pengikat yang menjadi keyakinan yang dianut, maka ruang lingkup aqidah juga berkenaan dengan keyakinan. Keyakinan itu sendiri disebut dengan iman. Rukun Iman adalah hal wajib yg mesti diimani/diyakini oleh seseorang yang mengaku beragama Islam. Tidak meyakini salah satu dari rukun iman ini, maka keimanan seorang muslim akan diragukan. Adapun ruang lingkup aqidah di antaranya adalah:
1.      Iman kepada Allah SWT
Meliputi upaya meyakini eksistensi Allah SWT dengan mempelajari dan mengenal-Nya melalui; dzat, asma’, sifat (karakteristik) dan af’al (perbuatan-Nya). Titik tekan yang paling utama adalah pada sifat-Nya yang berupa karakteristik Allah SWT. Dari sifat ini umat Islam akan dengan mudah mengidentifikasikan sesuatu itu tergolong sebagai khaliq (pencipta) atau makhluq (yang dicipta). Dalam hal ini pembahasan akan dipisah garis dikotomi yang tegas antara sifat wajib dan sifat yang mustahil bagi Allah SWT. Di samping mengetahui dan meyakini sifat yang wajib dan sifat yang mustahil bagi Allah yang perlu diketahui dan diyakini agar menambah keimanan megenai adanya Allah adalah mengenai nama-nama Allah yang baik yang berjumlah 99 yang dikenal dengan Al-Asma Al-Husna.
Adapun sifat yang wajib dan mustahil bagi Allah adalah sebagai berikut:[5]

NO
SIFAT WAJIB
ARTINYA
1
Wujud
Ada
2
Qidam
Dahulu
3
Baqa'
Kekal
4
Mukhalafatuhu lil hawadits
Berbeda dengan ciptaan-Nya
5
Qiyamuhu binafsihi
Berdiri dengan sendirinya
6
Wahdaniyyah
Esa, tunggal, satu
7
Qudrah
Berkuasa
8
Iradah
Berkehendak
9
Ilmu
Mengetahui
10
Hayat
Hidup
11
Sam'un
Mendengar
12
Basar
Melihat
13
Kalam
Berkata
14
Qadirun
Yang Berkuasa
15
Muridun
Yang Berkehendak
16
Alimun
Yang Mengetahui
17
Hayyun
Yang Hidup
18
Sami'un
Yang Mendengar
19
Basirun
Yang Melihat
20
Mutakallimun
Yang Berbicara

Sedangkan sifat mustahil bagi Allah SWT adalah:
NO
SIFAT MUSTAHIL
ARTINYA
1
Adam
Tidak ada
2
Huduus
Baru
3
Fana
Rusak
4
Mumatsalatuhu lil hawadits
Sama dengan ciptaan-Nya
5
Ihtiyaju lighairihi
Membutuhkan yang lain
6
Ta'addud
Berbilang
7
Ajzun
Lemah
8
Karahah
Terpaksa
9
Jahlun
Bodoh
10
Mautun
Mati
11
Samamum
Tuli
12
Umyun
Buta
13
Bukmun
Bisu
14
Ajizun
Yang maha lemah
15
Mukrahun
Yang maha terpaksa
16
Jahilun
Yang maha bodoh
17
Mayyitun
Yang mati
18
Ashamma
Yang maha tuli
19
A'maa
Yang maha buta
20
Abkama
Yang maha bisu

2.      Iman kepada Malaikat.
Pembahasan ini meliputi defenisi malaikat dan ragam tugas-tugasnya. Pembahasan juga akan melingkupi diskursus mengenai kemungkinan manusia untuk melihat wujud malaikat. Firman Allah mengenai adanya malaikat terdapat dalam surat Al-Anbiya ayat 26-27:
(#qä9$s%ur xsƒªB$# ß`»oH÷q§9$# #V$s!ur 3 ¼çmoY»ysö7ß 4 ö@t/ ׊$t6Ïã šcqãBtõ3B ÇËÏÈ Ÿw ¼çmtRqà)Î7ó¡o ÉAöqs)ø9$$Î/ Nèdur ¾Ín̍øBr'Î/ šcqè=yJ÷ètƒ ÇËÐÈ  
Artinya: “Dan mereka berkata: "Tuhan yang Maha Pemurah Telah mengambil (mempunyai) anak", Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan[6], Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya.[7]
Mereka diciptakan Allah SWT, maka mereka beribadah kepada-Nya dan mematuhi segala perintah-Nya. Firman Allah SWT, yang artinya: ” …Dan malaikat-malaikat yang disisi-Nya mereka tidak bersikap angkuh untuk beribadah kepada-Nyadan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. “ (QS. Al-Anbiya: 19-20).
Sebenarnya jumlah malaikat itu banyak dan jika kita menghitungnya niscaya tidak akan dapat terhitung, akan tetapi ada sepuluh malaikat serta tugas-tugasnya yang wajib kita imani dan kita ketahui, yaitu:
1.      Jibril
Adalah malaikat yang diberikan amanat untuk menyampaikan wahyu, turun membawa petunjuk kepada Rasul agar disampaikan kepada umat. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan sungguh dia (Muhammad) telah melihatnya (Jibril) di ufuk yang terang” (QS. At Takwiir : 23)
Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,
“Aku melihatnya (Jibril) turun dari langit, tubuhnya yang besar menutupi antara langit sampai bumi” (HR. Muslim no. 177, dari ‘Aisyah radhiyallaHu ‘anHa)
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW melihat jibril memiliki enam ratus sayap (HR. Al-Bukhari).
2.      Mikail
Dialah yang diserahi tugas mengatur hujan dan tumbuh-tumbuhan dimana semua rizki di dunia ini berkaitan erat dengan keduanya. Terdapat penyebutan Jibril dan Mika-il secara bersamaan dalam satu ayat, Allah Ta’ala berfirman,
“Barangsiapa menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mika-il, maka sesungguhnya Allah musuh bagi orang-orang kafir” (QS. Al Baqarah : 98)
3.      Israfil
Dia diserahi tugas meniup sangkakala atas perintah Rabb-nya dengan tiga kali tiupan. Pertama adalah tiupan keterkejutan, tiupan kedua adalah tiupan kematian dan tiupan ketiga adalah tiupan kebangkitan.
4.      ‘Izra-il
Penamaannya dengan malaikat maut tidak disebutkan dengan jelas di dalam al Qur’an maupun hadits-hadits yang shahih. Adapun penamaan dirinya dengan ‘Izrail terdapat di sebagian atsar.
5.      Munkar dan Nakir
Terdapat penyebutan dengan mereka di dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,
“Tatkala orang yang mati telah dikubur, datanglah kepadanya dua malaikat yang hitam kebiruan, salah satu diantara keduanya dinamakan Munkar dan yang lainnya dinamakan Nakir” (HR. at Tirmidzi, dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam Shahiih Sunan at Tirmidzi)
6.      Raqib dan ‘Atid
Sebagian ulama menjelaskan bahwa diantara malaikat ada yang benama Raqib dan ‘Atid. Allah Ta’ala berfirman,
“Maa yalfizhu min qaulin illaa ladayHi raqiibun ‘atiidun” yang artinya “Tidak suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (QS. Qaaf : 18)
7.      Malik
Dia adalah penjaga neraka. Allah Ta’ala berfirman,
“Mereka berseru, ‘Hai Malik, biarlah Rabb-mu membunuh kami saja’. Dia menjawab, ‘Kamu akan tetap tinggal (di Neraka ini)’. Sesungguhnya Kami telah membawa kebenaran kepada kamu tetapi kebanyakan diantara kamu benci kepada kebenaran itu” (QS. Az Zukruf : 77-78)
8.      Ridwan
Dia adalah penjaga Surga. Ada sebagian hadits yang dengan jelas menyebutkan dirinya.[8]

3.      Iman kepada kitab-kitab Allah SWT.
Pembahasan kitab suci adalah suatu wacana interkoneksi dengan sejumlah ilmu-ilmu lainnya, ilmu sejarah misalnya. Dengan menelusuri keimanan kepada kitab, seorang muslim akan diajak turut merunut kenyataan bahwa Al-Qur’an adalah kitab pamungkas yang paling agung. Ia adalah mukjizat terakbar dalam sejarah literatur sakral dunia.
4.      Iman kepada para Rasul.
Guna menyakini eksistensi para Rasul umat Islam dapat merumuskannya dengan terlebih dahulu mengetahui karakteristik (sifat) sebagai kualifiasi Rasul itu sendiri. Hal ini meliputi sifat wajib, sifat mustahil dan sifat ja’iznya.
5.      Iman kepada hari akhir atau kiamat.
Hari akhir atau kiamat yang dimaksud adalah hancurnya seluruh alam semesta di bawah titah Allah SWT. Pembahasan hari kiamat juga akan mencakup tentang fase-fase penting yang akan dialami oleh seluruh umat manusia. Fase-fase tersebut antara lain adalah adanya yaumil ba’ats (hari kebangkitan setelah kematian masal umat manusia), yaumil hisab (hari perhitungan amal), penitian atas jalur shirat (jembatan yang membentang di antara syurga dengan terminal perhitungan amal, dimana di bawah bentangan tersebut tergelarlah samudera neraka). Pembahasan hari kiamat dan alam setelahnya adalah wacana luas yang meliputi pembahasan-pembahasan tingkatan neraka dan syurga, nasib kaum kafirin dan fasiqin serta umat yang selamat mencapai syurga. Pada sisi pendahuluan, umat Islam biasanya juga akan diajak guna turut mengenal pertanda-pertanda awal ketika hari Kiamat akan datang. Hal ini penting ditegaskan, sebab bagaimanapun umat Nabi Muhammad adalah umat akhir zaman yang paling dekat dalam menyambut kehancuran semesta.
6.      Iman kepada Qada dan qadhar.
Selain membahas permasalahan yang berkaitan dengan rukun iman, aqidah Islamiyyah juga mencakup pembahasan peristiwa-peristiwa penting yang bersinggungan dengan keimanan seseorang. Artinya bahwa keimanan seseorang akan batal ketika mengingkari hal-hal tersebut.
Pengingkaran yang berpotensi membatalkan iman seseorang adalah mengenai peristiwa Isra’ Mi’raj yang dialami Nabi Muhammad SAW. Isra’ Mi’raj adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram atau Mekkah menuju Masjidil Aqsa di Palestina. Dari bumi Palestina Nabi Muhammad SAW diperjalankan menuju Sidhratul Muntaha atau Arasy guna beraudensi dengan Allah SWT. Puncaknya adalah misi pensyari’atan ibadah sholat lima waktu bagi umat Islam hingga akhir zaman.
Wacana lainnya yang menjadi ruang pembahasan adalah masalah kemampuan manusia untuk melihat langsung kepada Allah SWT kelak di syurga. Hal ini adalah tema krusial dan kontroversial yang menjadi perdebatan kalangan Ulama Kalam selama berabad-abad lamanya. Setiap sekte teologi yang berkembang dalam Islam memiliki pendapat berbeda menyikapi masalah ini. Pembahasan pokok lainnya di dalam aqidah Islamiyyah adalah permasalah Mujtahid dan Mukhalid. Mujtahid menurut Syaikh Thahir bin Saleh al-Jazairi adalah adalah orang yang menguasai sebagian besar kaidah syari’at dan nash-nashnya . Sehingga seorang Mujtahid memungkinkan guna menggali dan menemukan maksud-maksud pensyari’atan suatu hukum agama. Meski ini merupakan wilayah ilmu fikih, namun menjadi hal yang integral di dalam ranah Aqidah. Mujtahid adalah sosok sentral yang paling bertanggungjawab menafsirkan dan menanggung akibat atas keputusan suatu konsep hukum yang digagasnya. Sedangkan Mukhalid adalah masyarakat umum umat Islam yang mengikuti pendapat Mujtahid. Meski demikian Mukhalid dibagi menjadi beberapa klasifikasi, dari yang paling awam hingga yang telah mapan pemikirannya. Dalam hal ini selama belum mencapai derajat Mujtahid.

C.     Sumber Aqidah Islam
Ada tiga referensi aqidah Islam yang mana seluruh muatan ilmu Aqidah dan semua metode berasal dan bersumber dari sana, yaitu ; Alquran, Alhadits, dan akal sehat. Berikut akan diperjelas :
1.      Al-Quran
Secara etimologi atau lughat menurut Subhi al-Shalih Qur’an berarti bacaan berasal dari kata qara’a. Kata al-Qur’an merupakan bentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru (sesuatu yang dibaca). Maksudnya, al-Qur’an itu adalah bacaan yang dibaca. Penyebutan nama al-Qur’an memang sangat tepat karena fakta sejarah maupun bukti empiris selalu menunjukkan bahwa di seluruh jagad raya ini tidak ada satu bacaanpun yang jumlah pembacanya lebih banyak dari pembaca al-Qur’an. Pembacanya bukan hanya dari kalangan muslimin saja tetapi juga non muslim terutama kaum orientalis.[9]
Ada pula yang menyatakan bahwa al-Qur’an adalah isim alam atau nama yang tidak diambil dari kata apapun. Menurut as-Safi’i, kata qur’an yang kemudian dima’rifatkan dengan alif lam, tidak diambil dari kata apapun, dia adalah nama khusus yang diberikan oleh Allah untuk nama kitabNya yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW sebagaimana Zabur, Taurat dan Injil kepada Daud, Musa dan Isa.[10]
Dalil tentang al-Qur’an adalah nama khusus yang diberikan oleh Allah dapat ditemui dalam beberapa ayat al-Qur’an itu sendiri, misalnya:
¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ #sŒÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè%
Artinya: ”Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.” (QS. Al-Qiyamah (75): 17-18).
Alquran yang mulia adalah sumber pertama seluruh kandungan syariat Islam, baik yang bersifat pokok maupun cabang. Semua sumber syariat Islam yang lain adalah sumber yang sepenuhnya merujuk kepada alquran. Selain bahwa ia adalah Kalam Allah, juga keabsahan dan kemurnian seluruh lafaz dan makna Alquran terjaga sepanjang masa yang tak pernah diragukan oleh ummat ini.
Seluruh pernyataan Allah dapat dimengerti oleh akal sehat, namun karena keterbatasan dan kelemahan manusia berkenaan dengan niat, akal, dan penerapan metode penafsiran dan pengambilan dalil, kesalahan sangat mungkin dilakukan. Oleh karena itu para ulama telah menyusun sejumlah prinsip dan kaidah yang dapat menghindarkan dari berbagai bentuk kesalahan dalam memahami Alquran, berikut kami sarikan prinsip yang paling utama dan terpenting :
ü      Seseorang yang belum menjumpai jawaban yang dicarinya pertama kali ia harus menafsirkan Alquran dengan Alquran sendiri, sebab begitulah karakter Alquran ; bagian yang satu menjelaskan bagian yang lain.
ü      Apabila penjelasan yang dicari tidak terdapat dalam Alquran maka harus dikembalikan kepada Sunnah Rasulullah SAW, sebab beliaulah yang paling mengerti risalah yang disampaikannya.
ü      Apabila tidak ditemukan penjelasan yang dicari maka harus kembali kepada penafsiran para sahabat, sebab merekalah saksi dari turunnya wahyu dan muridmurid pertama dan yang paling dekat dengan Rasulullah SAW.
ü      Jika dari kalangan sahabat tidak didapati penjelasannya maka harus mencarinya dari penjelasan para tabiin, karena mereka adalah muridmurid para sahabat. Apabila dari merekapun tidak ditemukan jawabannya maka selanjutnya harus mengacu kepada bahasa arab yang dengan bahasa itulah Allah menurunkan Alquran, kita dapat mengetahui makna ayatayat Alquran dengan mengenali makna katakatanya dalam bahasa arab, bentuk penggunaan dari polapola pengungkapannya, sesuai firmanya (QS Yusuf;2) oleh karena itu diwajibkan mempelajari bahasa Arab bagi kaum muslimin yang ingin berinteraksi dengan Alquran secara dalam. [11]
2.      Hadits.
Sumber referensi kedua agama Islam adalah Al-hadits. Demikian pula Aqidah, ia merujuk dan mengambil kandungan ilmunya dari sini. Ini sesuai Firman Allah :
“Dan tidaklah patut bagi lakilaki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.”(QS Al Ahzab:36 ),
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”(QS AnNisa:65),
“......apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.”(QS Al-Hasyr:7 ).
Komentar yang sangat bagus tentang ini layak kita simak, dari DR. Ibrahim Muhammad bin Abdullah AlBuraikan; “Sunnah Rasulullah SAW adalah penjelasan dan tafsir yang dapat menyingkap rahasia muatan dan hukum yang terdapat dalam Al-Quran. Ia menafsirkan ayatayat yang masih bersifat umum dan menjelaskan ayatayat yang masih samar . semua sunnah yang datang dari Rasulullah SAW adalah upaya menyampaikan Alquran. Maka ia sepenuhnya kebenaran dan kejujuran, bahkan ia merupakan kalam terfasih setelah Kalam Allah.”[12]
Keotentikan sumber ini terjaga dengan baik oleh metode dan kritik sanad, keistimewaan ini masih terlestarikan dengan sempurna sampai sekarang. Ini merupakan keistimewaan yang tidak terdapat pada agama manapun.
3.      Akal
Akal disebut sebagai sumber referensi Islam dalam pengertian yang sedikit berbeda. Akal lebih mirip sebagai antena bagi radio, dia dibutuhkan sebagai penangkap sinyal dan penyebar sinyal. Stasiun radio tidak mampu kita dengar siarannya tanpa bantuan antena. Demikian juga dengan makna-makna hebat Alquran dan Alhadits tidak mungkin dapat dimunculkan tanpa menggunakan Akal sehat.
Syariat Islam begitu memuliakan akal ; Allah SWT hanya menyampaikan KalamNya kepada orang-orang yang berakal, Akal merupakan syarat seorang manusia menerima taklif (beban hukum) oleh karenanya orang gila bebas dari aturan hukum, Allah mencela orang yang tidak menggunakan akalnya dengan benar, begitu banyak perintah Allah agar manusia menggunakan Akalnya dengan redaksi ; Mudahmudahan kamu berpikir, apakah kamu tidak berakal?, Apakah mereka tidak mentadaburi isi kandungan Al-Qur’an? Dan banyak yang lain serupa itu. Semuanya merupakan bukti kemuliaan akal dalam pandangan Allah. Ada dua kelompok manusia yang begitu ekstrim dalam menyikapi akal ini, ada yang memandangnya sebagai satusatunya dasar dan sumber kebenaran sehingga mereka mengabaikan aspek wahyu. Kelompok satunya terlalu mengabaikan akal sehingga menganggap akal sama sekali bukan alat, dan dasar dari mencari kebenaran. Syariat Islam mendudukan akal dalam posisi yang tepat dan seimbang, yakni menjadikannya alat untuk mencari isi dan makna Alquran dan Alhadits, dan meletakkan akal sebagai potensi positif yang dipandu oleh Alquran dan Alhadits, produk pikiran yang mengandung kebenaran dikonfirmasi sedangkan yang mengandung kekeliruan diluruskan.[13]





BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Aqidah Islamiyyah adalah suatu cabang keilmuan terapan yang wajib diketahui dan dipahami oleh seluruh umat Islam. Sebagai pengajaran akan pokok keimanan yang membentuk mentalitas dan keyakinan, maka aqidah Islamiyyah akan berpengaruh menggerakkan seseorang untuk lebih bersemangat di dalam upaya mengisi hidupnya sebagai bekal menempuh perjalanan setelah masa kematiannya.
Di dalam Aqidah Islam diajari tentang Iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat, Iman kepada Kitab-Kitab Allah, Iman kepada Rasul Allah, Iman kepada Qada dan Qadar dan Iman kepada hari Akhir.
Sedangkan sumber ajaran Aqidah Islam meliputi Al-Qur’an, Hadits dan Akal.

B.     Saran
Semoga dengan makalah ini dapat menambah pengetahuan tentang Aqidah Islamiyah bagi semua pembaca dan dapat menerapkan dalam akhlak sehari-hari.











DAFTAR PUSTAKA

Al-Bidaayah wan Nihaayah I/45, (2008), Nama-Nama Malaikat yang Harus Diimani, terbit tanggal 21 November 2008, Jakarta: Majalah Sabili.
Ar-Rumi Fhad bin Abdurrahman, (1996), Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Titian Ilahi Press.
Depag RI, (2007),  Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Syaamil Al-Qur’an.
Hudhari Bik, (2010), Terjemah Tarikh A-Tasyri’ Al-Islam, Jakarta: Darul Ikhya’.
Ibrahim Muhammad bin Abdullah AlBuraikan, http://kumpulan-makalah.blogspot.com/pemikiran-aqidah-islam/, di akses tanggal 23 Maret 2011.
Mudzakkir, (2005), Menjelajah Islam Kaffah, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muhammad Amin Suma, (2000), Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an I, Jakarta: Pustaka Firdaus.
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, (1999), Pengantar Ilmu Fiqih, Semarang: Pustaka Rizki Putra.





 


[1]Hudhari Bik, Terjemah Tarikh A-Tasyri’ Al-Islam, (Jakarta: Darul Ikhya’, 2010), hal. 12.
[2]Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Syaamil Al-Qur’an, 2007), hal. 314.
[3]Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqih, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999), hal. 210.
[4]Mudzakkir, Menjelajah Islam Kaffah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 124.
[6]ayat Ini diturunkan untuk membantah tuduhan-tuduhan orang-orang musyrik yang mengatakan bahwa malaikat-malaikat itu anak Allah.
[7]Depag RI, op.cit., hal. 419.
[8]Al-Bidaayah wan Nihaayah I/45, Nama-Nama Malaikat yang Harus Diimani, terbit tanggal 21 November 2008, (Jakarta: Majalah Sabili, 2008), hal. 34.
[9]Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an I, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hal. 21.
[10]Ibid., hal. 19.
[11]Ar-Rumi Fhad bin Abdurrahman, Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996), hal. 119-120.
[12]Ibrahim Muhammad bin Abdullah AlBuraikan, http://kumpulan-makalah.blogspot.com/pemikiran-aqidah-islam/, di akses tanggal 23 Maret 2011.
[13]Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar